Karya Cipta yang belum dipatenkan
11. Alat Musik Sasando Belum Dipatenkan
Kupang - Alat musik Sasando dan topi Ti`i langga asal
Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, NTT sebaiknya dipatenkan kepemilikannya
sebagai warisan budaya daerah NTT, Kepala Dinas Pariwisata Budaya dan Seni
(Disparbud) NTT, Ansgerius Takalapeta, di Kupang, Kamis.
"Hak paten ini penting untuk menghindari klaim terhadap sarana hiburan ini dari pihak lain di kemudian hari," katanya.
Menurut Takalapeta, selain alat musik sasando, Moko asal kabuapten Alor, tarian ja`i asal Kabupaten Ngada, tenun ikat asal Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, Rote, dan Sabu, termasuk komodo (Veranus komodoenis) asal Kabupaten Manggarai Barat, perlu dipatenkan.
Mantan BUpatia Alor dua periode yang akrab disapa Ans ini mengatakan hingga saat ini, pemerintah NTT baru mematenkan tenun ikat asal Pulau Sumba.
"Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memang telah berencana segera mematenkan warisan budaya milik daerah warisan budaya, sehingga dalam waktu dekat ini segera memproses kekayaan budaya ini ke lembaga berkompeten seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)," katanya.
Ia mengatakan langkah untuk mematenkan warisan budaya dan satwa di NTT saat ini sangat mendesak agar tidak diklaim oleh daerah maupun negara lain. "Kita hampir kecolongan, komodo nyaris menjadi komodo Bali," katanya mencontohkan.
Untuk mencegah hal ini tidak terjadi katanya, Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay telah mengimbau seluruh instansi dan kelompok masyarakat NTT mengusulkan kepada pemerintah provinsi agar warisan budaya, makanan tradisional, satwa atau keunikan daerah lainnya yang layak untuk dipatenkan.
"Selama ini baru Kabupaten Flores Timur yang mendapat hak paten jambu mente. Namun, belum diketahui apakah kopi flores juga telah memiliki hak paten," ujarnya.
Menurut Ans, potensi kesenian yang tersebar di Indonesia termasuk NTT merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai.
"Seni musik, tari dan lagu tradisonal daerah merupakan kebanggan bangsa yang patut dilestarikan, seperti diantaranya alat musik sasando," katanya.
"Hak paten ini penting untuk menghindari klaim terhadap sarana hiburan ini dari pihak lain di kemudian hari," katanya.
Menurut Takalapeta, selain alat musik sasando, Moko asal kabuapten Alor, tarian ja`i asal Kabupaten Ngada, tenun ikat asal Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, Rote, dan Sabu, termasuk komodo (Veranus komodoenis) asal Kabupaten Manggarai Barat, perlu dipatenkan.
Mantan BUpatia Alor dua periode yang akrab disapa Ans ini mengatakan hingga saat ini, pemerintah NTT baru mematenkan tenun ikat asal Pulau Sumba.
"Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memang telah berencana segera mematenkan warisan budaya milik daerah warisan budaya, sehingga dalam waktu dekat ini segera memproses kekayaan budaya ini ke lembaga berkompeten seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)," katanya.
Ia mengatakan langkah untuk mematenkan warisan budaya dan satwa di NTT saat ini sangat mendesak agar tidak diklaim oleh daerah maupun negara lain. "Kita hampir kecolongan, komodo nyaris menjadi komodo Bali," katanya mencontohkan.
Untuk mencegah hal ini tidak terjadi katanya, Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay telah mengimbau seluruh instansi dan kelompok masyarakat NTT mengusulkan kepada pemerintah provinsi agar warisan budaya, makanan tradisional, satwa atau keunikan daerah lainnya yang layak untuk dipatenkan.
"Selama ini baru Kabupaten Flores Timur yang mendapat hak paten jambu mente. Namun, belum diketahui apakah kopi flores juga telah memiliki hak paten," ujarnya.
Menurut Ans, potensi kesenian yang tersebar di Indonesia termasuk NTT merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai.
"Seni musik, tari dan lagu tradisonal daerah merupakan kebanggan bangsa yang patut dilestarikan, seperti diantaranya alat musik sasando," katanya.
2. Alat
musik "Kelintang Perunggu" perlu dipatenkan
Jambi (ANTARA Jambi) - Salah satu alat musik
tradisional khas yang berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi,
kelintang perunggu, harus segera dipatenkan hak ciptanya.
Sebab jika tidak, kata
Sekretaris Umum Dewan Kesenian Jambi, Muhamad Husyairi, Jumat, hasil kebudayaan
zaman pra Islam itu akan punah, dan lebih tragis lagi berpotensi diklaim
sebagai milik asing.
"Kita perlu segera
mempatenkan hak cipta atas alat musik tradisonal dari Muarasabak, Kabupaten
Tanjung Jabung Timur itu, sebab jika tidak lambat laun dapat hilang dan lebih
parah lagi dapat saja diklaim sebagai milik asing," katanya.
Menurut dia, saat ini
penggunaan alat musik pukul yang terbuat dari perunggu berbentuk kelintang itu
sudah sangat jarang digunakan, bahkan banyak pula masyarakat yang tidak
mengenalnya.
"Saya pikir ini merupakan
tugas pemerintah dan para pelaku seni untuk melestarikan dan memperkenalkan
alat musik dari zaman pra Islam ini kepada masyarakat luas," katanya.
Berdasarkan informasi dari
masyarakat sekitar, saat ini jumlah instrumen musik tradisi asli tersebut hanya
tinggal dua unit saja, satu terdapat di Muarasabak, satu lagi di Mendahara,
namun ditempat yang terakhir tidak lagi jelas siapa pemiliknya.
Menurut Ja'far Rassuh, Staf
Ahli DPRD Provinsi Jambi Bidang Kebudayaan, alat musik kelintang perunggu pada
awal terciptanya digunakan sebagai pengiring ritual pengobatan, perkawinan dan
upacara lain dalam masyarakat di pantai timur Jambi.
Dalam beberapa pukulannya, alat
musik ini diyakini memiliki unsur magis yang kuat, sehingga jenis pukulan
tersebut tidak boleh digunakan atau dibunyikan, kecuali pada waktu-waktu
tertentu.
"Jika pukulan
"kedungkuk" pada alat musik kelintang perunggu itu dibunyikan pada
waktu yang tidak tepat, maka si pemukul dapat kesurupan," kata Ja'far yang
juga seniman multi talenta ini.
Diakuinya, kepercayaan itu
tumbuh seiring dengan masa terciptanya alat musik tersebut pada zaman sebelum
Islam berkembang di Sabak. Sehingga kepercayaan animisme sangat kental mewarnai
proses penciptaan dan permainan alat musik ini.
Dikatakan Ja'far, bentuk alat
musik kelintang perunggu ini secara umum konvensional, namun terbuat dari bahan
dasar perunggu sebanyak tujuh buah.
Biasanya, komposisi musik
tradisonal dalam ritual yang dihasilkan di daerah itu berasal dari tiga alat
musik yakni kelintang perunggu, gendang panjang, dan gong yang juga terbuat
dari perunggu.
"Dalam praktiknya,
komposisi musik tradisi yang dihasilkan lebih dominan oleh kelintang perunggu,
makanya secara umum instrumen yang dihasilkan oleh permainan musik ini
dinamakan kelintang perunggu," ujarnya.
Ja'far juga mendukung upaya
pelestarian alat musik tersebut, sebab katanya, jika tidak, lambat laun dapat
punah.
"Sebaiknya alat musik asli
tidak lagi digunakan, tapi disimpan di museum, dan untuk pengembangannya dibuat
alat musik sejenis dengan bahan sama yang lebih baru," katanya.
Selain melestarikan bentuk
fisik, dia mengatakan perlu juga diadakan pelatihan bagi generasi muda dalam
mempelajari jenis pukulan, sebab beberapa orang pemain alat musik ini telah tua
dan jumlahnya tinggal sedikit.
3. Tapis
akan dipatenkan
BANDARLAMPUNG
– Kabar gembira bagi warga Lampung. Pemprov akhirnya mengambil sikap untuk
mematenkan kain Tapis Lampung ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Haki). Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung Gatot Hudi Utomo
mengatakan, Disbudpar setempat akan menggandeng Dewan Kerajinan Nasional Daerah
(Dekranasda) Lampung.
’’Saat ini dalam proses akan diusulkan,’’ sebut Gatot pada sela-sela HUT
Ke-32 Dekranas di Lapangan Korpri kemarin (9/4).
Menurut
Gatot, Tapis Lampung adalah warisan budaya asli provinsi ini perlu mendapatkan
perlindungan. Jika sudah dipatenkan, Tapis Lampung mendapat perlindungan secara
hukum dan tidak mudah untuk diklaim negara lain. ’’Ini salah satu langkah agar
Tapis Lampung tidak diakui oleh budaya dan negara lain,’’ paparnya.
Lalu
bagaimana dengan warisan budaya Lampung yang lain? Menurut Gatot, secara
bertahap nantinya juga dipatenkan. Ia menambahkan, warisan budaya Lampung lain
yang sudah dikenal masyarakat secara luas adalah alat musik, yakni gamolan. Nah
nantinya, Gatot menguraikan, secara bertahap terus dilakukan upaya untuk
melestarikan warisan kebudayaan Lampung.
Direktorat
Jenderal Haki Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) beberapa
waktu lalu me-warning pemprov segera menginventarisasi kekayaan budaya
tradisional Lampung.
Hal
itu dipandang penting agar kekayaan tradisional provinsi ini dapat terlindungi
secara hukum. ’’Setelah diinventarisasi, pemprov juga harus membuat database
kekayaan budaya tradisional Lampung. Setelah itu, barulah didaftarkan ke Ditjen
Haki,’’ bilang Kasubbag Humas Ditjen Haki Ira Deviani usai melakukan
sosialisasi Haki di Pemprov Lampung.
Ia
mengungkapkan, nantinya hasil inventaris itu dibawa ke forum PBB. ’’Kita kan
pernah launching Hari Batik. Pada saat memublikasikan itulah, menjadi milik
negara,’’ tegas Ira.
Menurutnya,
memang ada UU Hak Cipta juga yang melindungi kekayaan tradisional. Ia
menambahkan, nanti bisa saja lebih spesifik jika ditopang dengan keberadaan UU
Ekspresi Budaya Tradisional.
’’Saat ini dalam proses akan diusulkan,’’ sebut Gatot pada sela-sela HUT Ke-32 Dekranas di Lapangan Korpri kemarin (9/4).
4. Karinding dan Celempung Diminta Dipantenkan
Alat musik tradisional
dari bambu khas Jabar, yakni celempung dan karinding diminta untuk dipatenkan
sebagai alat kesenian asli Indonesia.
Langkah pematenan tersebut dimulai dengan pemberian penghargaan bagi pembuat serta pengguna alat musik yang kini hampir punah tersebut. Lembaga Studi Pemerintahan dan Pembangunan (LSPP) Jawa Barat telah menggelar acara untuk memberikan penghargaan kepada mereka.
Acara Sarasehan Nasional dan Pemberian Penghargaan bertajuk 'Pelestarian Seni Klasik Tradisoonal dalam Membentuk Ketahanan Kebangsaan serta Peningkatan Apresiasi terhadap Pelakunya" digelar di Hotel Jayakarta, Kota Bandung, Sabtu (23/6/2012) 2012 malam.
Wakil Ketua LSPP Jabar Yosep Bachtiar menuturkan maksud dan tujuan digelar acara tersebut guna mencoba memberikan penghargaan bagi pelaku seni. Khususnya seni tradisional jenis bambu.
"Untuk kali ini penghargaan kita berikan untuk karinding dan celempung. Alat musik tradisonal itu kini hampir punah. Tapi sekarang muncul lagi digunakan oleh anak muda kita. Oleh karena itu kita akan berusaha untuk mematenkan kedua alat musik ini," kata Yosep kepada wartawan di sela-sela acara.
Dia mengatakan saat ini pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa untuk melestarikan alat musik tersebut. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah bisa berusaha untuk mematenkan alat musik yang digunakan oleh grup musik 'Karinding Attack'. "Kami berharap pemerintah bisa turun tangan sebelum diakui oleh bangsa lain," jelas dia.
Yosep mengakui beberapa hasil karya negara Indonesia banyak dipatenkan oleh negara lain. Salah satunnya, lanjut Yosep, diambil oleh negara tetangga Malaysia.
"Pemerintah harus gerak cepat dalam hal ini. Baru-baru ini tari Tortor juga mau diakui oleh bangsa Malaysia. Kenapa karinding dan celempung tidak dari dulu dipatenkan. Ini kan karya bangsa kita dari dulu," cetus dia.
Ditanya langkah untuk mematenkan dua alat musik ini, Yosep mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak tanpa ada dukungan dari pemerintah. Setidaknya, pemerintah daerah (Pemda) mengakui terlebih dahulu keberadaan alat musik itu. "Tentu kita berharap secepatnya bisa dipatenkan. Agar para pelaku bangga dengan hasil karyannya," tutur dia.
Dalam kesempatan tersebut, LSPP juga telah mengundang Kementrian Dalam Negeri Bidang Seni Budaya dan Agama untuk memberikan penghargaan para pelaku serta praktisi celempung dan karinding.
Ada enam seniman dari pelaku dan praktisi celempung dan karinding. Enam seniman tersebut berasal dari enam daerah di Jawa Barat. "Satu daerah itu satu perwakilan dari Sukabumi, Bogor, Subang, Sumedang, Cimahi dan Kabupaten Bandung," tutur dia.
Langkah pematenan tersebut dimulai dengan pemberian penghargaan bagi pembuat serta pengguna alat musik yang kini hampir punah tersebut. Lembaga Studi Pemerintahan dan Pembangunan (LSPP) Jawa Barat telah menggelar acara untuk memberikan penghargaan kepada mereka.
Acara Sarasehan Nasional dan Pemberian Penghargaan bertajuk 'Pelestarian Seni Klasik Tradisoonal dalam Membentuk Ketahanan Kebangsaan serta Peningkatan Apresiasi terhadap Pelakunya" digelar di Hotel Jayakarta, Kota Bandung, Sabtu (23/6/2012) 2012 malam.
Wakil Ketua LSPP Jabar Yosep Bachtiar menuturkan maksud dan tujuan digelar acara tersebut guna mencoba memberikan penghargaan bagi pelaku seni. Khususnya seni tradisional jenis bambu.
"Untuk kali ini penghargaan kita berikan untuk karinding dan celempung. Alat musik tradisonal itu kini hampir punah. Tapi sekarang muncul lagi digunakan oleh anak muda kita. Oleh karena itu kita akan berusaha untuk mematenkan kedua alat musik ini," kata Yosep kepada wartawan di sela-sela acara.
Dia mengatakan saat ini pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa untuk melestarikan alat musik tersebut. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah bisa berusaha untuk mematenkan alat musik yang digunakan oleh grup musik 'Karinding Attack'. "Kami berharap pemerintah bisa turun tangan sebelum diakui oleh bangsa lain," jelas dia.
Yosep mengakui beberapa hasil karya negara Indonesia banyak dipatenkan oleh negara lain. Salah satunnya, lanjut Yosep, diambil oleh negara tetangga Malaysia.
"Pemerintah harus gerak cepat dalam hal ini. Baru-baru ini tari Tortor juga mau diakui oleh bangsa Malaysia. Kenapa karinding dan celempung tidak dari dulu dipatenkan. Ini kan karya bangsa kita dari dulu," cetus dia.
Ditanya langkah untuk mematenkan dua alat musik ini, Yosep mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak tanpa ada dukungan dari pemerintah. Setidaknya, pemerintah daerah (Pemda) mengakui terlebih dahulu keberadaan alat musik itu. "Tentu kita berharap secepatnya bisa dipatenkan. Agar para pelaku bangga dengan hasil karyannya," tutur dia.
Dalam kesempatan tersebut, LSPP juga telah mengundang Kementrian Dalam Negeri Bidang Seni Budaya dan Agama untuk memberikan penghargaan para pelaku serta praktisi celempung dan karinding.
Ada enam seniman dari pelaku dan praktisi celempung dan karinding. Enam seniman tersebut berasal dari enam daerah di Jawa Barat. "Satu daerah itu satu perwakilan dari Sukabumi, Bogor, Subang, Sumedang, Cimahi dan Kabupaten Bandung," tutur dia.
5. Budaya Simeulue Harus Dipatenkan
SINABANG - Wakil Bupati Simeulue Hasrul
Edyar SSos MAP menyatakan budaya dan ciri khas Kabupaten Simeulue yang secara
turun temurun dilakoni masyarakat Simeulue ternyata tidak satupun yang
dipatenkan sehingga dikhawatirkan akan dicaplok daerah lain. Ia minta instansi
terkait di daerah ini segera memantenkannya.
“Kita semua telah lalai. Saat ini
tidak ada budaya atau ciri khas Simeulue yang telah dipatenkan. Padahal budaya
itu memperjelas identitas daerah kita sendiri,” kata Wabup Hasrul Edyar ketika
membuka acara Malam Pesona Budaya Simeulue, Sabtu (22/9/2012) malam, di
Lapangan Alul-alun Kota Sinabang.
Wabup mengatakan, bukan hanya budaya
lokal, rumah adat Simeulue juga belum dipatenkan. “Yang sangat disesalkan
seperti anyaman tikar, itu telah dipatenkaan oleh salah satu kabupaten di
Provinsi Aceh,” ujarnya lagi, seraya mengajak seluruh generasi muda Simeulue
melestarikan budaya dan adat istiadat lokal.
Dikatakan, dengan telah dipatenkannya
anyaman tikar oleh daerah lain, ini menjadi salah satu bukti bahwa daerah ini
lalai memperdulikan salah satu budayanya. “Kemudian soal nandong saat ini hanya
digemari oleh masyarakat yang usianya boleh dikatakan sudah uzur, sementara
generasi muda Simeulue perannya sangat minim melestarikan salah satu warisan
pendahulu kita,” imbuh pria yang pernah menjabat camat sebelum terjun di dunia
politik itu.
Pada Malam Pesona Budaya Simeulue yang
dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan, Parawisata, Pemuda dan Olahraga
(Disbudparpora) Simeulue, pihak panitia menampilkan sejumlah kesenian budaya
lokal dan tariaan daerah lain, seperti Tariang Ang Ame Fesang, Nandong, Tarian
Debus, Tarian Mangasila, lagu-lagu daerah serta Tarian Angguk Rapai Geleng dan
Tari Saman.
“Dalam waktu singkat ini seperti rumah
adat, pakaian adat dan seni budaya, seperti Nandong, Nanga-nanga, sikambang,
lagu daerah dan sejumlah adat istiadat lokal lainnya, harus segera diusulkan
untuk dipatenkan,” kata Hasrul.
Acara tersebut turut dihadiri Kepala
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Aceh, Djuniat SSos yang dalam
sambutannya mengatakan, banyak kearifan lokal Simeulue yang perlu dilestarikan
agar dapat diwariskan kepada anak cucu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar