Rabu, 05 Desember 2012

25 Hak karya cipta Indonesia yang belum dipatenkan

Karya Cipta yang belum dipatenkan


11. Alat Musik Sasando Belum Dipatenkan

 
  Kupang  - Alat musik Sasando dan topi Ti`i langga asal Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, NTT sebaiknya dipatenkan kepemilikannya sebagai warisan budaya daerah NTT, Kepala Dinas Pariwisata Budaya dan Seni (Disparbud) NTT, Ansgerius Takalapeta, di Kupang, Kamis. 

"Hak paten ini penting untuk menghindari klaim terhadap sarana hiburan ini dari pihak lain di kemudian hari," katanya. 

Menurut Takalapeta, selain alat musik sasando, Moko asal kabuapten Alor, tarian ja`i asal Kabupaten Ngada, tenun ikat asal Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, Rote, dan Sabu, termasuk komodo (Veranus komodoenis) asal Kabupaten Manggarai Barat, perlu dipatenkan.

Mantan BUpatia Alor dua periode yang akrab disapa Ans ini mengatakan hingga saat ini, pemerintah NTT baru mematenkan tenun ikat asal Pulau Sumba.

"Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memang telah berencana segera mematenkan warisan budaya milik daerah warisan budaya, sehingga dalam waktu dekat ini segera memproses kekayaan budaya ini ke lembaga berkompeten seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)," katanya. 

Ia mengatakan langkah untuk mematenkan warisan budaya dan satwa di NTT saat ini sangat mendesak agar tidak diklaim oleh daerah maupun negara lain. "Kita hampir kecolongan, komodo nyaris menjadi komodo Bali," katanya mencontohkan.

Untuk mencegah hal ini tidak terjadi katanya, Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay telah mengimbau seluruh instansi dan kelompok masyarakat NTT mengusulkan kepada pemerintah provinsi agar warisan budaya, makanan tradisional, satwa atau keunikan daerah lainnya yang layak untuk dipatenkan. 

"Selama ini baru Kabupaten Flores Timur yang mendapat hak paten jambu mente. Namun, belum diketahui apakah kopi flores juga telah memiliki hak paten," ujarnya.
Menurut Ans, potensi kesenian yang tersebar di Indonesia termasuk NTT merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai.
"Seni musik, tari dan lagu tradisonal daerah merupakan kebanggan bangsa yang patut dilestarikan, seperti diantaranya alat musik sasando," katanya.

2. Alat musik "Kelintang Perunggu" perlu dipatenkan

Jambi (ANTARA Jambi) - Salah satu alat musik tradisional khas yang berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, kelintang perunggu, harus segera dipatenkan hak ciptanya.
Sebab jika tidak, kata Sekretaris Umum Dewan Kesenian Jambi, Muhamad Husyairi, Jumat, hasil kebudayaan zaman pra Islam itu akan punah, dan lebih tragis lagi berpotensi diklaim sebagai milik asing.
"Kita perlu segera mempatenkan hak cipta atas alat musik tradisonal dari Muarasabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur itu, sebab jika tidak lambat laun dapat hilang dan lebih parah lagi dapat saja diklaim sebagai milik asing," katanya.
Menurut dia, saat ini penggunaan alat musik pukul yang terbuat dari perunggu berbentuk kelintang itu sudah sangat jarang digunakan, bahkan banyak pula masyarakat yang tidak mengenalnya.
"Saya pikir ini merupakan tugas pemerintah dan para pelaku seni untuk melestarikan dan memperkenalkan alat musik dari zaman pra Islam ini kepada masyarakat luas," katanya.
Berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar, saat ini jumlah instrumen musik tradisi asli tersebut hanya tinggal dua unit saja, satu terdapat di Muarasabak, satu lagi di Mendahara, namun ditempat yang terakhir tidak lagi jelas siapa pemiliknya.  
Menurut Ja'far Rassuh, Staf Ahli DPRD Provinsi Jambi Bidang Kebudayaan, alat musik kelintang perunggu pada awal terciptanya digunakan sebagai pengiring ritual pengobatan, perkawinan dan upacara lain dalam masyarakat di pantai timur Jambi.
Dalam beberapa pukulannya, alat musik ini diyakini memiliki unsur magis yang kuat, sehingga jenis pukulan tersebut tidak boleh digunakan atau dibunyikan, kecuali pada waktu-waktu tertentu.
"Jika pukulan "kedungkuk" pada alat musik kelintang perunggu itu dibunyikan pada waktu yang tidak tepat, maka si pemukul dapat kesurupan," kata Ja'far yang juga seniman multi talenta ini.
Diakuinya, kepercayaan itu tumbuh seiring dengan masa terciptanya alat musik tersebut pada zaman sebelum Islam berkembang di Sabak. Sehingga kepercayaan animisme sangat kental mewarnai proses penciptaan dan permainan alat musik ini.  
Dikatakan Ja'far, bentuk alat musik kelintang perunggu ini secara umum konvensional, namun terbuat dari bahan dasar perunggu sebanyak tujuh buah.
Biasanya, komposisi musik tradisonal dalam ritual yang dihasilkan di daerah itu berasal dari tiga alat musik yakni kelintang perunggu, gendang panjang, dan gong yang juga terbuat dari perunggu.
"Dalam praktiknya, komposisi musik tradisi yang dihasilkan lebih dominan oleh kelintang perunggu, makanya secara umum instrumen yang dihasilkan oleh permainan musik ini dinamakan kelintang perunggu," ujarnya.
Ja'far juga mendukung upaya pelestarian alat musik tersebut, sebab katanya, jika tidak, lambat laun dapat punah. 
"Sebaiknya alat musik asli tidak lagi digunakan, tapi disimpan di museum, dan untuk pengembangannya dibuat alat musik sejenis dengan bahan sama yang lebih baru," katanya.
Selain melestarikan bentuk fisik, dia mengatakan perlu juga diadakan pelatihan bagi generasi muda dalam mempelajari jenis pukulan, sebab beberapa orang pemain alat musik ini telah tua dan jumlahnya tinggal sedikit.

3.  Tapis akan dipatenkan

BANDARLAMPUNG – Kabar gembira bagi warga Lampung. Pemprov akhirnya mengambil sikap untuk mematenkan kain Tapis Lampung ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Haki). Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung Gatot Hudi Utomo mengatakan, Disbudpar setempat akan menggandeng Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Lampung. 
 ’’Saat ini dalam proses akan diusulkan,’’ sebut Gatot pada sela-sela HUT Ke-32 Dekranas di Lapangan Korpri kemarin (9/4).
Menurut Gatot, Tapis Lampung adalah warisan budaya asli provinsi ini perlu mendapatkan perlindungan. Jika sudah dipatenkan, Tapis Lampung mendapat perlindungan secara hukum dan tidak mudah untuk diklaim negara lain. ’’Ini salah satu langkah agar Tapis Lampung tidak diakui oleh budaya dan negara lain,’’ paparnya.
Lalu bagaimana dengan warisan budaya Lampung yang lain? Menurut Gatot, secara bertahap nantinya juga dipatenkan. Ia menambahkan, warisan budaya Lampung lain yang sudah dikenal masyarakat secara luas adalah alat musik, yakni gamolan. Nah nantinya, Gatot menguraikan, secara bertahap terus dilakukan upaya untuk melestarikan warisan kebudayaan Lampung.
Direktorat Jenderal Haki Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) beberapa waktu lalu me-warning pemprov segera menginventarisasi kekayaan budaya tradisional Lampung.
Hal itu dipandang penting agar kekayaan tradisional provinsi ini dapat terlindungi secara hukum. ’’Setelah diinventarisasi, pemprov juga harus membuat database kekayaan budaya tradisional Lampung. Setelah itu, barulah didaftarkan ke Ditjen Haki,’’ bilang Kasubbag Humas Ditjen Haki Ira Deviani usai melakukan sosialisasi Haki di Pemprov Lampung.
Ia mengungkapkan, nantinya hasil inventaris itu dibawa ke forum PBB. ’’Kita kan pernah launching Hari Batik. Pada saat memublikasikan itulah, menjadi milik negara,’’ tegas Ira.
Menurutnya, memang ada UU Hak Cipta juga yang melindungi kekayaan tradisional. Ia menambahkan, nanti bisa saja lebih spesifik jika ditopang dengan keberadaan UU Ekspresi Budaya Tradisional.

4.   Karinding dan Celempung Diminta Dipantenkan
 
Alat musik tradisional dari bambu khas Jabar, yakni celempung dan karinding diminta untuk dipatenkan sebagai alat kesenian asli Indonesia.

Langkah pematenan tersebut dimulai dengan pemberian penghargaan bagi pembuat serta pengguna alat musik yang kini hampir punah tersebut. Lembaga Studi Pemerintahan dan Pembangunan (LSPP) Jawa Barat telah menggelar acara untuk memberikan penghargaan kepada mereka.

Acara Sarasehan Nasional dan Pemberian Penghargaan bertajuk 'Pelestarian Seni Klasik Tradisoonal dalam Membentuk Ketahanan Kebangsaan serta Peningkatan Apresiasi terhadap Pelakunya" digelar di Hotel Jayakarta, Kota Bandung, Sabtu (23/6/2012) 2012 malam.

Wakil Ketua LSPP Jabar Yosep Bachtiar menuturkan maksud dan tujuan digelar acara tersebut guna mencoba memberikan penghargaan bagi pelaku seni. Khususnya seni tradisional jenis bambu.

"Untuk kali ini penghargaan kita berikan untuk karinding dan celempung. Alat musik tradisonal itu kini hampir punah. Tapi sekarang muncul lagi digunakan oleh anak muda kita. Oleh karena itu kita akan berusaha untuk mematenkan kedua alat musik ini," kata Yosep kepada wartawan di sela-sela acara.

Dia mengatakan saat ini pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa untuk melestarikan alat musik tersebut. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah bisa berusaha untuk mematenkan alat musik yang digunakan oleh grup musik 'Karinding Attack'. "Kami berharap pemerintah bisa turun tangan sebelum diakui oleh bangsa lain," jelas dia.

Yosep mengakui beberapa hasil karya negara Indonesia banyak dipatenkan oleh negara lain. Salah satunnya, lanjut Yosep, diambil oleh negara tetangga Malaysia.

"Pemerintah harus gerak cepat dalam hal ini. Baru-baru ini tari Tortor juga mau diakui oleh bangsa Malaysia. Kenapa karinding dan celempung tidak dari dulu dipatenkan. Ini kan karya bangsa kita dari dulu," cetus dia.

Ditanya langkah untuk mematenkan dua alat musik ini, Yosep mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak tanpa ada dukungan dari pemerintah. Setidaknya, pemerintah daerah (Pemda) mengakui terlebih dahulu keberadaan alat musik itu. "Tentu kita berharap secepatnya bisa dipatenkan. Agar para pelaku bangga dengan hasil karyannya," tutur dia.

Dalam kesempatan tersebut, LSPP juga telah mengundang Kementrian Dalam Negeri Bidang Seni Budaya dan Agama untuk memberikan penghargaan para pelaku serta praktisi celempung dan karinding.

Ada enam seniman dari pelaku dan praktisi celempung dan karinding. Enam seniman tersebut berasal dari enam daerah di Jawa Barat. "Satu daerah itu satu perwakilan dari Sukabumi, Bogor, Subang, Sumedang, Cimahi dan Kabupaten Bandung," tutur dia.



5. Budaya Simeulue Harus Dipatenkan

 


 

SINABANG - Wakil Bupati Simeulue Hasrul Edyar SSos MAP menyatakan budaya dan ciri khas Kabupaten Simeulue yang secara turun temurun dilakoni masyarakat Simeulue ternyata tidak satupun yang dipatenkan sehingga dikhawatirkan akan dicaplok daerah lain. Ia minta instansi terkait di daerah ini segera memantenkannya.
“Kita semua telah lalai. Saat ini tidak ada budaya atau ciri khas Simeulue yang telah dipatenkan. Padahal budaya itu memperjelas identitas daerah kita sendiri,” kata Wabup Hasrul Edyar ketika membuka acara Malam Pesona Budaya Simeulue, Sabtu (22/9/2012) malam, di Lapangan Alul-alun Kota Sinabang.
Wabup mengatakan, bukan hanya budaya lokal, rumah adat Simeulue juga belum dipatenkan. “Yang sangat disesalkan seperti anyaman tikar, itu telah dipatenkaan oleh salah satu kabupaten di Provinsi Aceh,” ujarnya lagi, seraya mengajak seluruh generasi muda Simeulue melestarikan budaya dan adat istiadat lokal.
Dikatakan, dengan telah dipatenkannya anyaman tikar oleh daerah lain, ini menjadi salah satu bukti bahwa daerah ini lalai memperdulikan salah satu budayanya. “Kemudian soal nandong saat ini hanya digemari oleh masyarakat yang usianya boleh dikatakan sudah uzur, sementara generasi muda Simeulue perannya sangat minim melestarikan salah satu warisan pendahulu kita,” imbuh pria yang pernah menjabat camat sebelum terjun di dunia politik itu.
Pada Malam Pesona Budaya Simeulue yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan, Parawisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Simeulue, pihak panitia menampilkan sejumlah kesenian budaya lokal dan tariaan daerah lain, seperti Tariang Ang Ame Fesang, Nandong, Tarian Debus, Tarian Mangasila, lagu-lagu daerah serta Tarian Angguk Rapai Geleng dan Tari Saman.
“Dalam waktu singkat ini seperti rumah adat, pakaian adat dan seni budaya, seperti Nandong, Nanga-nanga, sikambang, lagu daerah dan sejumlah adat istiadat lokal lainnya, harus segera diusulkan untuk dipatenkan,” kata Hasrul.
Acara tersebut turut dihadiri Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Aceh, Djuniat SSos yang dalam sambutannya mengatakan, banyak kearifan lokal Simeulue yang perlu dilestarikan agar dapat diwariskan kepada anak cucu.





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar