Sabtu, 15 Desember 2012

25 Hak Cipta Indonesia Yang Belum Dipatenkan Part 4


16.  Pertunjukan ‘Gamolan‘ Siap Pecahkan Rekor Muri
 
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pertunjukan gamolan Lampung siap memecahkan rekor Museum Rekor Dunia-Indonesia (Muri) dengan kategori pertunjukan alat musik tradisional terlama di Indonesia.
Asisten III Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekprov Lampung Relliyani mengatakan Rabu (7-12) mendatang pertunjukan gamolan akan digelar selama 25 jam oleh 25 grup dengan 25 gamolan.
Jika berjalan dengan baik selama 25 jam, pertunjukan gamolan Lampung itu akan memecahkan rekor atraksi alat musik tradisional sebelumnya yang hanya berlangsung selama 24 jam.
“Sebenarnya yang terpenting itu bukan hanya rekor Muri-nya, tapi bagaimana mengenalkan alat musik gamolan kepada generasi muda di Lampung dan seluruh masyarakat Indonesia”
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Lampung itu menjelaskan gamolan merupakan salah satu alat musik tradisional Lampung tertua yang kini banyak dilupakan masyarakat.
Penghargaan
Relliyani menuturkan peneliti asal Australia, Margaret J. Kartomi, pernah meneliti tentang alat musik tradisional di Lampung dan menemukan gamolan sebagai alat musik tertua di Lampung. Alat musik itu ditemukan pada abad ke-3 dan ke-4 di Lampung Barat dan Way Kanan.
Bahkan, ujar dia, gamolan khas Lampung tergambar di salah satu relief Candi Borobudur. “Karena tulisan dalam bukunya menggugah kembali pelestarian gamolan Lampung, majelis penyeimbang adat akan memberi penghargaan kepada Margaret,” kata dia.
Selain pemecahan rekor Muri dan pemberian penghargaan, pada kegiatan tersebut Pemprov juga akan merayakan nikah massal bagi 50 pasangan suami-istri yang sebelumnya hanya nikah siri.
Selain itu, ada juga pawai kendaraan hias dari Tanjungkarang ke Telukbetung. Pemprov Lampung juga berencana mematenkan alat musik tradisional Lampung, gamolan pekhing dan cetik.
Sekprov Lampung Berlian Tihang mengatakan kini negara lain, seperti Malaysia, berupaya mengakui kesenian Indonesia, seperti batik, reog, dan gamelan.
Jika alat musik tradisional Lampung tidak segera dipatenkan, Pemprov khawatir suatu saat bisa direbut dan diakui menjadi milik negara lain.
“Akan kami upayakan ada hak kekayaan intelektual dan hak paten pada alat musik tradisional Lampung. Kalau sudah dipatenkan, mereka tidak bisa lagi mengakui apa yang bukan milik mereka,” kata Berlian usai menghadiri Pergelaran Gamolan Pekhing di Balai Keratun beberapa waktu lalu.
Selain itu, masyarakat Lampung, khususnya generasi muda, harus sering membuat kegiatan kesenian tradisional yang menampilkan kerajinan tangan, tarian, lagu, dan alat musik. Tujuannya agar semakin banyak generasi muda yang mengetahui khazanah kesenian tradisional Lampung.
17.   Garam Gunung Krayan, NTT Akan Dipatenkan



NUNUKAN - Garam gunung yang selama ini hanya terdapat di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan rencananya akan diusulkan untuk mendapatkan hak paten.

Sebelumnya warga di Kecamatan Krayan memperoleh sertifikat indikasi geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas salah satu jenis padi adan. IG merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap produk unggulan yang dikembangkan secara spesifik seperti di Krayan.

“Kita harus mendorong supaya garam gunung dipatenkan. Di tempat lain tidak ada, berarti ada rahasia di sini. Kita juga mendapatkan IG untuk beras adan. Saya kemana-mana cerita soal garam gunung, banyak yang cari tapi susah kirimnya dari sini,” kata Bupati Nunukan Basri.

Kecamatan Krayan memiliki banyak sumber air garam. Namun yang produksi secara massif hanya dua sumur di Desa Pa’Nado, Long Midang. Produksi dari sumur garam gunung Pa’Nado mencapai 15 hingga 20 kilogram sehari. Dipabrik, harga garam dijual Rp30.000 perkilogramnya. Di pasaran harga garam yang diyakini memiliki khasiat lebih baik dari garam laut ini dijual dua kali lipat.

Basri mengakui, hasil alam di Kecamatan Krayan memang sangat sulit di pasarkan karena terbentur pada transportasi. Meskipun begitu, hal tersebut bukanlah hambatan untuk mengelola potensi yang ada di Krayan.

18.       Adat budaya aceh akan dipatenkan

Banda Aceh–Beragam adat budaya masyarakat di Provinsi Aceh akan dipatenkan, terutama budaya yang sudah mulai kabur kekhasannya, untuk mencegah klaim negara lain seperti yang terjadi terhadap tari pendet Bali.
“Aneka adat budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakat kita pelihara kelestariannya dan adat budaya mana saja yang kita anggap paling mendesak akan dipatenkan,” kata Gubernur Provinsi Aceh, Irwandi Yusuf di Banda Aceh, Kamis.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik sebelumnya meminta gubernur dan bupati se-Indonesia segera mendaftarkan hak paten upacara adat perkawinan di daerah masing-masing ke Departemen Hukum dan HAM untuk mencegah klaim negara lain.
Hal tersebut dikemukakan Menbudpar mengacu pada tindakan Malaysia yang “membajak” beberapa lagu tradisional Indonesia serta mematenkan salah satu motif kain batik sebagai karya budaya milik negeri jiran tersebut.
Gubernur Irwandi Yusuf mengatakan, adat budaya di Aceh seperti tari-tarian saat ini sudah mulai kehilangan kekhasannya karena telah dimodifikasi dengan tarian modern.
Selain itu, budaya yang “kabur” sebab hampir mirip dengan budaya di daerah lain termasuk Malaysia yang juga banyak ditinggali masyarakat Aceh sehingga budayanya bercampur.
Klaim budaya yang dilakukan Malaysia melalui iklan pariwisata negara tersebut menampilkan lagu tradisional dan kesenian Indonesia seperti Reog Ponorogo dan Tari Pendet dari Bali sebagai budaya asli mereka.
Ini menimbulkan kecaman masyarakat seluruh nusantara. Bukan hanya adat budaya yang diklaim milik Malaysia, sebelumnya pulau Sipadan dan Ligitan juga diambil oleh negara tersebut. 

19.   Mobil bahan bakar air SMK Purworejo akan dipatenkan
Sukses menciptakan reaktor air yang menghasilkan bahan bakar untuk mobil, SMK Purworejo akan mendaftarkan alat ciptaannya tersebut agar mendapatkan hak paten.

"Saat ini masih disempurnakan dan uji teknis. Termasuk desainnya," kata Purwanto, guru SMKN 1 Purworejo, ketika dihubungi merdeka.com, Rabu (18/7).

Pendaftaran paten tersebut dilakukan melalui kantor Kementerian ESDM karena alat ini berkaitan dengan energi alternatif. Sedangkan untuk pengujian teknis, Purwanto mengaku bekerjasama dengan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Sejauh ini, lanjut Purwanto, belum ada pihak-pihak yang menyatakan ketertarikan untuk ikut mengembangkan alat tersebut. "Kalau pejabat lokal semua mendukung untuk dikembangkan. Sedangkan untuk individu saya tidak tahu, karena yang mengurus paten bukan saya," ujar pria yang sudah 13 tahun lebih menjadi guru ini.

Yang jelas, ujar Purwanto, murid-murid SMKN 1 Purworejo akan dilibatkan sepenuhnya dalam pengembangan dan produksi alat tersebut. "Murid-murid sekarang baru terlibat dalam tahap pengujian prototype saja," tandasnya.

   20. Tari Lenggang Cisadane Mau Dipatenkan

    Tarian Lenggang Cisadane yang kerap ditampilkan dalam acara di Kota Tangerang akan segera dipatenkan menjadi tarian khas Kota Tangerang.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata (Dispor­budpar) Kota Tangerang HM Tabrani mengatakan, tarian baru tersebut terlahir sebagai hasil karya seniman dan budayawan kota Tangerang yang merupakan gabungan tarian dan budaya di kota Tangerang. “Pemkot Tangerang melalui dinas kami akan mematenkan tarian ini. Kami sudah minta agar seniman dan budayawan dapat mengembangkan seni tradisional di Kota Tangerang,” kata Tabrani.
Tabrani mengatakan, pihaknya sedang memroses pematenan tarian ini ke lembaga Hak Kekayaan Inte­lektual atau HAKI. “Unsur budaya yang ada di tarian ini antara lain meliputi budaya sunda, jawa, betawi, china, dan arab,” katanya.
Selain alat musik gamelan, dalam tarian ini juga terdapat alat musik yang biasa digunakan pada musik marawis. “Tari Lenggang Cisadane ini merupakan proses pembentukan harmonisasi musik, tata busana, dan gerak yang dipadukan menjadi suatu tarian indah sangat berciri budaya Kota Tangerang,” ungkap Tabrani.
Sementara, Wakil Walikota Tan­gerang Arief R Wismansyah meng­atakan, eksistensi kesenian daerah sangat penting dan memiliki makna bagi daerah. Kota Tangerang yang masyarakatnya multikultural harus mampu membangun ciri khas budayanya. “Budaya yang dibangun tentu haru berpegang teguh pada motto daerah, yakni akhlakul karimah,” kata Arief dalam keterangan persnya, saat menutup ’Lokakarya Musik dan Busana Tata Rias Tari Lenggang Cisadane’ di Puri Avia Resort Cipayung Bogor, Jumat (6/5).
Arief berharap, para seniman dan budayawan dapat terus menggali dan mengembangkan budaya tradisional yang dapat menyatukan seluruh komponen masyarakat Kota Tangerang. “Pemerintah daerah sangat mengapresiasi kerja seniman dan budayawan Kota Tangerang yang mampu menghasilkan sebuah tarian tradisional khas Kota Tangerang,” kata Arief.
Ia juga berharap agar tari Lenggang Cisadane ini dapat disosialisasikan di sanggar-sanggar seni. Sebab, Tari Lenggang Cisadane mem­berikan makna filosofis bagi Kota Tangerang, seperti jumlah penarinya ada tiga belas yang mencirikan jumlah kecamatan di Kota Tangerang. 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar